Liputan6.com, Jakarta - Jakarta seakan lumpuh
setiap kali banjir menerjang.
Bencana itu ibarat penyakit abadi yang telah menginfeksi Ibukota sejak
lampau, dari zaman penjajahan Belanda dan belum terselesaikan hingga
detik ini.
Sejarah mencatat, banjir besar Jakarta salah satunya terjadi pada 1918 silam. Restu Gunawan dalam buku '
Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa' menuliskan, saat itu hujan turun selama 22 hari.
Banjir besar lain terjadi pada Januari 1979. Puluhan orang hilang kala itu. Disusul kemudian bencana pada Januari 1996.
Tragedi terus berulang.
Banjir
masih 'menggerayangi' Jakarta hingga detik ini. Ini adalah tugas besar
dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk
'menyembuhkan' Ibukota.
1918
Hujan turun selama 22 hari sejak Januari-Februari 1918.
4 Februari kala itu, Weltevreden (kini di sekitar Lapangan Banteng) tergenang.
Lalu, permukiman Tanah Tinggi, Kampung Lima, Kemayoran Belakang,
Glodok, dan daerah-daerah lain juga turut tergenang. Air mencapai 1,5
meter di beberapa tempat.
Saat itu air juga merambah ke Batavia bagian barat karena bendungan Sungai Grogol jebol. Ribuan warga harus mengungsi.
Rumah-rumah di Pasar Baru, Gereja Katedral, dan Molenvliet (sekarang
Lapangan Monas) akhirnya disulap menjadi lokasi pengungsian.
Selanjutnya: 1979...
Sebanyak 714.861 orang harus mengungsi saat banjir menerjang Jakarta
pada 19-20 Januari 1979. Sebanyak 20 orang hilang ditelan air entah
kemana.
Bahkan saat bencana datang kala itu, Jakarta Selatan
yang biasanya aman dari banjir menjadi tak berkutik. Pondok Pinang
tenggelam ditelan air setinggi 2,5 meter. Di daerah itu 3 orang hilang.
Puskesmas-puskesmas yang ada di Jakarta pun dikerahkan untuk melayani para pengungsi.
Selanjutnya: 1996..
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam 'Evaluasi dan Analisis Curah
Hujan sebagai Faktor Penyebab Bencana Banjir Jakarta' menuliskan, saat
itu Kali Ciliwung mencapai debit puncaknya, yakni 743 meter kubik per
detik.
Lalu pada periode 9–11 Februari 1996, banjir yang jauh
lebih luas genangannya terjadi. Ini akibat seluruh sistem prasarana
drainase yang buruk.
Saat itu banjir merendam Jakarta hingga setinggi 7 meter. Korban mencapai 20 jiwa.
Selanjutnya: 2002...
Sebanyak 24,25% dari luas Jakarta tergenang saat banjir menerjang
sejak 27 Januari-1 Februari 2002. 42 Kecamatan dan 168 kelurahan
tergenang.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam
'Evaluasi dan Analisis Curah Hujan sebagai Faktor Penyebab Bencana
Banjir Jakarta' mencatat, ketinggian air saat itu mencapai 5 meter.
Korban jiwa tercatat 21 orang
Selanjutnya: 2007...
1 Februari 2007 malam hujan lebat mengguyur Jakarta hingga keesokan
harinya, 2 Februari 2007. Hujan lebat ditambah sistem drainase yang
buruk menciptakan banjir dahsyat.
60% Wilayah Jakarta terendam. Sebanyak 80 jiwa menjadi korban dalam tempo 10 hari.
Selanjutnya: 2013...
Hingga 21 Januari 2013, tercatat sebanyak 20 orang meninggal dunia setelah Jakarta diterjang banjir sejak selasa, 15 januari 2013. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB DR Sutopo Purwo Nugroho
mencatat, dari jumlah korban tewas itu, sebagian besar justru meninggal
di lokasi yang jauh dari sungai-sungai yang meluap. Beberapa korban
tersetrum listrik karena berada di rumah atau tempat yang kerendam
banjir
SUMBER:
http://news.liputan6.com/read/2174552/6-sejarah-banjir-terbesar-jakarta?p=0